Konflik antara India dan Pakistan kembali memanas. Dunia pun khawatir, konflik ini semakin meluas, hingga dampaknya akan berpengaruh ke seluruh penjuru dunia.
Meskipun begitu, pengamat politik luar negeri Teguh Santosa menilai, Indonesia justru bisa menjadi juru damai bagi kedua negara tersebut. Apalagi Indonesia termasuk negara sahabat bagi India dan Pakistan.
"Secara politik peluang bagi Indonesia untuk mengambil peran sebagai juru damai. Tapi tidak seperti yang dilakukan Donald Trump dengan bicara kesana kemari," ungkap Teguh saat wawancara dengan Berita Nasional, Senin, 19 Mei 2025.
Teguh menjelaskan, sebagai negara sahabat, peran Indonesia dapat dilakukan di belakang layar. Pada Konferensi Asia-Afrika, Indonesia bisa saja membawa semangat Dasasila Bandung dalam membicarakan penyelesaian konflik keduanya.
"Kita harus melakukan pembicaraan di belakang layar, (misalnya) dengan Kedutaan kita sampaikan bahwa kita punya goodwill sebagai sahabat. Dan kedua, jika kita ingin membawa pemikiran kita untuk skenario terburuk ya dipersiapkan saja. Tapi untuk menuju itu tidak perlu terlalu banyak bicara seperti yang dilakukan Trump," sebutnya.
Sementara itu, terkait konflik, menurut Teguh, konflik India dan Pakistan memang merupakan sesuatu yang berkali-kali terjadi. Begitu juga wilayah konfliknya hanya terjadi di Khasmir yang secara internasional dibagi dalam perbatasan tiga negara, yakni India, Pakistan dan Tiongkok.
Tapi dalam beberapa tahun terakhir, Pakistan diketahui memang cukup kesulitan untuk mengendalikan kelompok ekstrimis dan separatis yang ada di wilayah itu. Kelompok ini juga kemudian yang melakukan serangan ke India dan melakukan pembunuhan turis di wilayah itu.
"Ini yang kemudian oleh india direkayasa karena melihat kegagalan pemerintah Pakistan dalam mengendalikan kelompok ekstrimis dan separatis," jelasnya.
Meski begitu, dari trend konflik kedua negara, karena perang hanya berlangsung di wilayah tersebut, maka kekhawatiran akan berdampak dengan ekspor CPO (minyak sawit) Indonesia, kata Teguh tidak akan terlalu berdampak. Apalagi, lanjutnya, konflik keduanya akan selalu berakhir dengan cara meredakan ketegangan dan akan menciptakan perjanjian damai berikutnya.
"Cuma tentu sebelum itu terjadi masyarakat internasional harap-harap cemas, apalagi cerita kapasitas nuklir kedua negara itu. Tp kalau melihat yang selama ini terjadi, ini kasus on-off, menunggu sentimen baru dan kesepakatan baru," terangnya.
Sementara untuk warga Indonesia (WNI) yang ada di kedua negara, sambungnya, memang perlu dipikirkan langkah mitigasi. Kendati Teguh meyakini, kondisi perang yang semakin meluas itu kemungkinannya kecil, karena permintaan India hanyalah agar pemerintah Pakistan lebih tegas kepada kelompok ekstrimis dan separatis.
"Ini juga sebetulnya permintaan dari banyak negara. Memang ini juga dijadikan isu bahwa Pakistan adalah surga bagi kelompok garis keras ini. Dan ada juga ada tudingan yang menyatakan kelompok ini dipelihara militer Pakistan, sehingga tetangga mereka india sering kali merasa kesulitan," bebernya.
"Tapi kalau melihat wilayah konfliknya, saya kira itu bukan wilayah konsentrasi tempat tinggal WNI di Pakistan dan India. Selain itu jika melihat sejarah, belum pernah terjadi perang total (India-Pakistan) terjadi seperti Rusia dan Ukraina," pungkasnya.
KOMENTAR ANDA