post image
KOMENTAR

Heru Legowo, Mantan ATC dan Pemerhati Penerbangan Anggota PSAPI

PUSAT Studi Air Power Indonesia (PSAPI) membuka lembaran baru Tahun 2021 dengan menggelar webinar dengan tema “Membahas dunia dalam era kepemimpinan Presiden Joe Biden”.

Pembicara tunggal pada webinar tersebut adalah Prof. DR. Makarim Wibisono, MA, diplomat senior dan Duta Besar Indonesia untuk PBB (2004-2007). Beliau tinggal lama dan kuliah di Amerika. Dari pengalaman beliau puluhan tahun, sungguh menarik mengikuti presentasinya.

Amerika yang meng-klaim sebagai negara yang sangat demokratis, ternyata mengalami ujian yang berat. Pada tanggal 6 Januari 2021 Gedung Capitol diduduki oleh demonstran pendukung Trump, yang merasa Pemilu telah berlangsung dengan curang. Untunglah akhirnya tanpa ada halangan, Joe Biden disumpah menjadi Presiden ke 46 Amerika Serikat. Donald Trump tidak mau menghadiri Pelantikan Joe Biden. Pada saat yang sama dia justru sedang berada di pesawat Airforce One, kembali ke Florida.

Prof. DR. Makarim Wibisono memulai presentasi dengan memberi gambaran mengenai 2 Partai Besar Amerika, Partai Republik dan Partai Demokrat.

Partai Republik di AS memiliki perspektif konservatif yang menonjolkan kapitalisme dan mendesak minimnya campur tangan pemerintah di bidang ekonomi dan mendesak perkuatan militer dan industri senjata AS. Partai Republik ingin mengurangi pajak untuk investasi.

Sedangkan Partai Demokrat di AS memiliki perspektif liberalisme yang menonjolkan campur tangan pemerintah antara lain di bidang pendidikan, kesehatan dan pekerjaan umum, peningkatan pajak untuk operasi pemerintah, serta memprioritaskan masalah HAM dan kemanusiaan.

Pada pidatonya tanggal 7 November 2020 Joe Biden mengatakan, “I pledge to be a President who seeks not to devide, but to unify. I sought this office to restore the soul of America, to make America respected around the world again and unite us here at home. Let this grim era of demonization in America begin to end – here and now. Tonight, the whole world is watching America. I believe at our best America is a beacon for the globe. And we lead not by the example of our power, but by the power of our example.”

Untuk dapat memahami pergantian pemerintahan di AS yang membawa pergeseran kebijakan AS mengenai politik luar negeri, menurut Prof. DR. Makarim Wibisono, sebaiknya mengetahui lebih dahulu puncak-puncak kebijakan politik luar negeri Donald Trump.

Kebijakan Donald Trump tidak menghargai peranan multilateralisme dan lebih mengutamakan kepentingan AS. Kesepakatan-kesepakatan yang telah dicapai melalui hasil perundingan yang panjang, dengan gampang ditinggalkannya, misalnyan kesepakatan nuklir dengan Iran.

Sejak Donald Trump menjadi Presiden, AS bersikap kritis terhadap RRC dan menganggap RRC merugikan AS. Amerika melakukan perang dagang dengan RRC. Sikap AS menaikkan tarif pada produk-produk RRC, dibalas dengan tindakan yang sama pada produk pertanian AS dan produk lainnya. Amerika sering mengirimkan kapal-kapal perang dari Armada ke 7 ke Laut Tiongkok Selatan (LTS), termasuk Kapal Induk Nimitz dan Ronald Reagan. Ini mendorong RRC juga mengirimkan kapal-kapal perang RRC ke wilayah tersebut, sehingga meningkatkan suhu politik di Laut Tiongkok Selatan.

Sembilan garis putus-putus adalah garis yang di klaim oleh RRC sebagai wilayahnya di Laut China Selatan, meliputi Kepulauan Paracel dan Kepulauan Spratly yang dipersengketakan dengan Filipina, Tiongkok, Brunei, Malaysia, Taiwan & Vietnam.

Amerika menyatakan bahwa pengiriman kapal-kapalnya ke LTS, yang di-claim China menjadi wilayahnya sesuai Nine Dash Line, adalah dalam rangka memastikan adanya kebebasan pelayaran (freedom of navigation). Amerika berpendapat bahwa Armada ke 7 adalah gugusan kapal-kapal yang memiliki wilayah operasi diperairan Asia dan Pasifik termasuk di Laut Tiongkok Selatan. Oleh karena itu AS merasa wajar, kalau kapal-kapal AS dari Armada ke 7 berlayar ke LTS.

Tampaknya kapal-kapal AS telah siap menghadapi keadaan-keadaan yang berbahaya di LTS. Untuk menghadapi RRC, AS telah membentuk Quad yang terdiri dari Amerika Serikat, Jepang, India dan Australia. Selain itu juga untuk menyesuaikan dengan kondisi lapangan, AS telah mengubah wilayah operasi Armada ke 7 tidak lagi diperairan Asia Pasifik, tetapi menjadi wilayah perairan Indo-Pasifik.

Joe Biden mengangkat sumpah sebagai Presiden Amerika ke 46. Pada tanggal 20 Januari 2021, di Gedung Capitol.

Gambaran lebih jelas mengenai sosok Joe Biden, digambarkan oleh James Taub. Di Majalah Foreign Policy. Dia mengatakan, “It is safe to say that on the foreign policy, Biden is the most powerful US Vice President in history save for his mandate predecessor, Dick Cheney.”

Presiden AS yang baru itu dan sebagai mantan Wakil Presiden AS dua periode, dianggap yang paling mengetahui politik luar negeri, selain George Bush Sr.

Meskipun begitu Derek Chollet, bekas pejabat tinggi Departemen Pertahanan AS pada jaman Presiden Obama mengatakan, “Biden will be facing the most chaotic international environment since 1945. He is looking at an across-the- board restoration project.”

Joe Biden menekankan pentingnya kerjasama dalam mengatasi masalah dunia. Dia mengatakan, “I will do more than just restore our historic partnership. I will lend the effort to reimagine them for the world we face today.”

Dan Joe Biden akan melakukan beberapa hal penting antara lain:

Menghubungkan kembali AS dengan Paris Climate Agreement yang telah dimentahkan oleh Donald Trump pada tanggal 4 November 2019.

Memprioritaskan untuk mengatasi Pamdemi Covid-19, bersamaan dengan menggiatkan pemulihan ekonomi AS.

Memperbaiki hubungan AS dengan WHO dimana Trump telah membekukannya. Dalam New York Times, Biden pernah menulis, “America’s ability to lead the world depends not just on the strength of power, but on the power of our example.”

Meningkatkan peranannya “to coordinate global response.”


PT Dahana Sudah Punya Pabrik Amonium Nitrat, Mimpi yang Jadi Kenyataan

Sebelumnya

Kapal Induk Jatayu Mulai Beroperasi di Laut Selatan

Berikutnya

KOMENTAR ANDA