post image
Ilustrasi/Net
KOMENTAR

Chappy Hakim, Mantan KSAU, Pendiri Pusat Studi Air Power Indonesia (PSAPI)

Perang Dunia kedua segera selesai setelah Kolonel Paul W Tibbets menjatuhkan bom Atom di Hiroshima pada 6 Agustus 1945 yang diikuti berikutnya pada 9 Agustus pesawat pembom lainnya memporak porandakan Nagasaki.

Perang dunia kedua seolah menandakan fenomena berakhirnya ancaman perang terbuka di permukaan bumi ini, seiring ditemukannya kemampan manusia menciptakan senjata pemusnah massal.

Kemajuan teknologi persenjataan telah membuat ketakutan tiada tara pada manusia dalam menghadapi kehancuran bersama. Pada sisi lainnya, penggunaan kekuatan udara telah membuat semua negara mengubah sistem pertahanan keamanan negaranya menjadi sebuah bangunan terstruktur yang “total” sifatnya.

Tidak ada lagi tempat di dunia ini yang dapat dijadikan sebagai lokasi persembunyian. Setiap titik di permukaan bumi akan dengan mudah dijangkau menggunakan sistem senjata yang datang dari medium udara dan atau antariksa.

Demikianlah, maka sejak berakhirnya perang dunia maka hampir seluruh negara menata ulang tatanan dari postur sistem pertahanan keamanan negaranya yang berorientasi penuh kepada kemajuan high technology dan total defence.

Sudah sejak dulu Indonesia menyebutnya sebagai Sistem Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta. Sishankamrata, yang sayangnya, konon karena Polri sudah terpisah dari TNI maka Sishankamrata berubah ujud menjadi Sishanrata.

Intisarinya adalah dengan kemajuan teknologi yang sangat pesat diiringi dengan penggunaan dimensi udara dan antariksa, maka semua negara telah dipaksa untuk merekayasa sistem pertahanan keamanan negaranya yang harus bersandar kepada teknologi dan pertahanan yang total sifatnya.

Terminologi teknologi dan total telah menjadi kata kunci dalam membangun sebuah sistem bagi keberlangsungan dan eksistensi sebuah bangsa dalam menghadapi setiap ancaman.

Sistem pertahanan keamanan yang total atau menyeluruh sifatnya tentu saja bertujuan untuk menghadapi ancaman yang juga sifatnya menyeluruh. Dalam hal ini adalah ancaman apa saja yang diperkirakan akan membahayakan keberlangsungan eksistensi sebuah negara bangsa.

Kini semua negara tengah berhadapan dengan salah satu dari ancaman yang merupakan bagian dari perkiraan “ancaman menyeluruh” yang akan datang itu yakni ancaman yang berujud Virus Corona Covid-19.

Pada titik ini, maka dengan sangat jelas terlihat kemudian tentang bagaimana negara-negara yang tengah berhadapan dengan ancaman Covid-19 menyusun strategi yang bersandar kepada kemampuan teknologi dan total defence.

Kita mengenalnya dengan pertahanan semesta, yang merupakan kata lain yang mewakili istilah “total”. Sepintas pertahanan keamanan negara yang bersandar kepada teknologi dan total defence kelihatannya mudah untuk dapat diselenggarakan dengan cepat.

Kenyataan di lapangan ternyata membuktikan hal sebaliknya, karena menjadi tidak sederhana untuk menyatukan langkah dalam satu konsep operasi melawan ancaman Covid-19.

Banyaknya pelanggaran PSBB yang terjadi dan proses pembagian stimulus ekonomi yang terkendala dengan data penduduk yang kurang akurat hanyalah beberapa contoh saja dari tidak mudahnya menggulirkan perlawanan yang bersifat semesta itu.

Strategi terpadu yang dituangkan dalam sebuah konsep operasi yang merangkum titik– titik penting sesuai skala prioritas harus disusun terlebih dahulu. Demikian pula sistem pengawasan dan pengendalian dalam gerakan dilapangan sudah harus mengacu kepada mekanisme pelaksanaan sebuah operasi tempur yang menuntut disiplin tinggi tanpa kompromi.

Dinamika yang terjadi dilapangan tidak boleh luput dari evaluasi berlanjut untuk dikaji lebih jauh dalam penyesuaian saran tindak berikutnya. Sebuah mekanisme irama kerja yang hanya dapat dilakukan dari sebuah “war-room” yang dikendalikan oleh seorang Panglima Perang.

Beberapa negara dalam bentuk yang berbeda-beda terlihat telah memposisikan jalannya pemerintahan dalam format siaga 1 alias moda yang dikenal sebagai “Combat Readiness”.

Menghadapi ancaman Virus Corona Covid-19, kiranya tidak ada pilihan lain untuk kita semua bergotong royong bersama-sama membentuk situasi dan kondisi yang mengarah kepada pola standar pertahanan keamanan negara yang mengacu kepada teknologi dan total defence, Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta.

Bagi kita mungkin sekali menjadi tidak mudah untuk dapat melakukannya dengan baik, walau tidak berarti bahwa kita tidak bisa atau tidak mampu.

Sebagai catatan, Indonesia belum pernah melakukan latihan pertahanan keamanan nasional dalam menghadapi ancaman terhadap negaranya.

Sekadar informasi, Australia pernah melakukan gladi lapangan bagi konsep pertahanan keamanan negaranya yang berorientasi kepada high technology dan total defence.

Latihan itu merujuk kepada Buku Putih Pertahanan Australia yang dikala itu dikenal dengan Dibb’s White Paper. Diambil dari nama Paul Dibb, Guru Besar Australian National University, ahli Strategi yang menjabat sebagai Deputy Secretary Kementrian Pertahanan Asutralia di tahun 1986.

Paul Dibb yang mendisain untuk pertamakalinya buku putih pertahanan Australia dan kemudian menggelar latihan pertahanan keamanan negara dengan nama “Kangaroo 89”.


PT Dahana Sudah Punya Pabrik Amonium Nitrat, Mimpi yang Jadi Kenyataan

Sebelumnya

Kapal Induk Jatayu Mulai Beroperasi di Laut Selatan

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga