post image
KOMENTAR

Demikianlah, maka di masa depan, ruang udara akan semakin padat, bukan hanya oleh pesawat komersial dan militer, tetapi juga oleh drone, balon cuaca, bahkan proyek-proyek eksplorasi luar angkasa. Maka, pertarungan kedaulatan akan menjangkau lapisan yang lebih tinggi lagi.  Ilmu politik memberikan kerangka untuk memahami semua ini, dari level domestik hingga internasional.

Melalui kacamata politik, kita melihat bahwa kedaulatan udara bukan soal langit kosong, tetapi soal siapa yang berkuasa, siapa yang tunduk, dan siapa yang mengambil keputusan dalam ruang yang tampak hampa tapi sesungguhnya padat oleh banyak kepentingan.

Wilayah udara bukan hanya tempat burung terbang. Ia adalah medan strategis kekuasaan. Dan dalam dunia politik, siapa yang kehilangan wilayah udaranya, maka tidak mustahil lambat laun akan kehilangan pula bumi tempatnya berpijak.

 Referensi:
1. Jean Bodin. Six Books of the Republic, 1576.
2. Konvensi Chicago 1944 tentang Penerbangan Sipil Internasional.
3. Hans J. Morgenthau. Politics Among Nations: The Struggle for Power and Peace, 1948.
4. Robert Keohane. After Hegemony: Cooperation and Discord in the World Political Economy, 1984.
5. Andre Gunder Frank. The Development of Underdevelopment, 1966.
6. Chappy Hakim “FIR di Kepulauan Riau – Wilayah Udara Kedaulatan NKRI” PT Kompas Media Nusantara tahun 2019.


Pesawat Tempur KFX/IFX: Kerja Sama RI–Korsel dan Tantangan Menuju Kemandirian Udara

Sebelumnya

Indo-Pasifik: Gagasan Strategis dan Dampaknya terhadap Indonesia

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Chappy Hakim