Oleh: Chappy Hakim, Mantan KSAU dan Pendiri Pusat Studi Air Power Indonesia
INDONESIA kehilangan salah satu putra terbaiknya di angkasa. Marsekal Pertama TNI Fadjar, perwira tinggi Angkatan Udara Republik Indonesia yang dikenal sebagai salah satu pilot tempur terbaik yang pernah dimiliki TNI AU, telah berpulang ke pangkuan Ilahi.
Kepergiannya menyisakan duka mendalam, tidak hanya bagi keluarga besar TNI AU, tetapi juga bagi seluruh bangsa Indonesia yang mengenangnya sebagai sosok tangguh, profesional, dan berdedikasi tinggi dalam pengabdian kepada negara.
Marsma Fadjar adalah sosok yang saya kenal secara pribadi sejak awal karier militernya. Ia adalah salah satu Karbol (taruna) Akademi Angkatan Udara ketika saya menjabat sebagai Komandan Wing Taruna AAU pada tahun 1992. Sejak masa pendidikan militer itulah, ia sudah menunjukkan sikap serius, tekun, dan potensi besar sebagai perwira masa depan. Etika, semangat juang, dan kecerdasannya telah membedakan dirinya dari awal, dan semua itu terus ia bawa hingga mencapai puncak kariernya di TNI AU.
Namanya mulai dikenal luas di kalangan aviasi militer nasional ketika menjadi salah satu dari empat penerbang F-16 Fighting Falcon TNI AU yang mencatatkan sejarah penting pada bulan Juli 2003. Dalam sebuah operasi pengamanan wilayah udara nasional, Fadjar turut serta dalam aksi intercept terhadap pesawat tempur F/A-18 milik US Navy yang masuk ke wilayah udara Indonesia tanpa izin. Aksi tersebut bukan sekadar manuver udara, melainkan simbol penegakan kedaulatan dan kehormatan bangsa. Di balik kemudi jet tempur, Fadjar menunjukkan keberanian, ketenangan, dan profesionalisme tingkat tinggi.
Sebagai penerbang tempur, ia dikenal disiplin, cermat, dan tenang dalam menghadapi tekanan. Ia mampu memadukan naluri seorang fighter pilot dengan penguasaan teknologi aviasi militer yang mumpuni. Di lingkungan Skadron Udara, ia bukan hanya dihormati sebagai pilot ulung, tetapi juga sebagai senior yang membimbing dan menginspirasi generasi penerus.
Pengabdian Marsma Fadjar tak hanya berhenti di kokpit. Sebagai Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara (Kadispenau), ia mengemban tugas yang tak kalah penting: membangun citra positif, transparansi, dan komunikasi strategis TNI AU kepada publik.
Dalam kapasitasnya sebagai Perwira Public Relations TNI AU, Fadjar memainkan peran penting dalam membentuk hubungan yang harmonis antara institusi militer dan masyarakat luas. Di tengah tantangan era digital dan arus informasi yang deras, ia mampu menjaga marwah institusi sembari menjunjung tinggi prinsip keterbukaan dan profesionalisme.
Banyak kalangan jurnalis, analis militer, dan masyarakat umum mengenang Fadjar sebagai sosok yang mudah diajak berdiskusi, rendah hati, dan mampu menjelaskan hal kompleks dengan bahasa yang sederhana dan meyakinkan.
Kepergian Marsma Fadjar terjadi di tengah keterlibatannya dalam mempersiapkan salah satu kegiatan dalam rangka Festival Dirgantara (FASI) sebuah wadah yang dibentuk untuk mengembangkan minat kedirgantaraan di kalangan generasi muda Indonesia. Pengabdian terakhirnya ini menggambarkan bahwa hingga akhir hayatnya pun, ia tetap mendedikasikan diri untuk tugas-tugas strategis demi kemajuan TNI AU dan masa depan bangsa.
Sepanjang hidupnya, Marsma Fadjar mempersembahkan seluruh dedikasinya untuk TNI Angkatan Udara dan Republik Indonesia. Ia menjadi teladan tentang bagaimana seorang perwira tidak hanya dituntut piawai di medan tempur, tetapi juga cakap dalam menyampaikan narasi dan menjaga kehormatan institusi di hadapan rakyat. Kepergiannya adalah kehilangan besar bagi komunitas aviasi, militer, dan bangsa.
Namun warisan keteladanan, keberanian, dan profesionalisme yang ia tinggalkan akan terus hidup, menjadi inspirasi bagi generasi penerus TNI AU dalam menjaga langit Indonesia.
KOMENTAR ANDA