Untuk mengatasi ini, dibutuhkan beberapa langkah strategis yang harus diformulasikan sebagai roadmap yang berbasis evidence (bukti) melalui;
(1) Pembentukan task force (tim kerja) lintas-kementerian (Imigrasi, Kominfo dan Perhubungan) dengan mandat bisa melakukan audit tahunan untuk meng-compliance privasi, termasuk opt-in consent dan data minimization,
(2) Pengalokasian anggaran bertahap via APBN dan PPP (Public-Private Partnership) untuk menargetkan ROI melalui peningkatan revenue bandara sebesar 15 persen dari efisiensi,
(3) Menciptakan program “upskilling” nasional via Politeknik Imigrasi untuk melatih 5.000 petugas AI forensics dan etika data,
(4) Melakukan diplomasi digital bilateral dengan 50 negara mitra utama untuk menghasilkan mutual recognition biometrik, mirip model Entry/Exit System di negara European Union (EU).
Dengan eksekusi ketat, strategi ini akan membebaskan Indonesia dari antrian panjang yang merugikan—mengubah bandara dari titik kesulitan menjadi gerbang keunggulan kompetitif di mana efisiensi waktu menjadi aset strategis bagi kesejahteraan negara.
Pada akhirnya, Seamless Corridor bukanlah sekadar prestasi teknologi. Dengan menavigasi kompleksitas teknologi, inisiatif ini akan membuka era baru di mana perbatasan negara menjadi katalisator bagi kemakmuran bersama untuk mendorong Indonesia menuju ke posisi sentral dalam tatanan dunia yang terhubung.


KOMENTAR ANDA