post image
KOMENTAR

ZT. Indonesia seharusnya telah menjadi eksportir pesawat terbang terkemuka di dunia atau setidaknya di kawasan. Sayangnya, era Reformasi justru mengandaskan mimpi dirgantara Indonesia yang sempat sangat menjanjikan.

Demikian disampaikan Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Prof. Atip Latipulhayat, saat membuka “Pameran Tunggal Buku-buku Kedirgantaraan” karya Marsekal (Purn) Chappy Hakim di Perpustakaan Nasional, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Senin pagi, 11 Agustus 2025. 

Prof. Atip mengatakan bahwa space education pun di Indonesia masih sangat rendah, kalau tidak hendak disebut tertinggal. Adapun. kehebatan dirgantara Indonesia masih mengandalkan mitologi seperti kisah Gatot Kaca dan sebagainya. 

“Padahal Indonesia sudah lebih dahulu memproduksi CN-235, lalu memproduksi N-250,” ujar Prof. Atip.

CN-235 adalah pesawat penumpang sipil turboprop kelas menengah bermesin dua yang dirancang bersama antara Industri Pesawat Terbang Nurtanio (IPTN) Indonesia dan Construcciones Aeronáuticas SA (CASA) Spanyol. 

Sementara N-250 adalah pesawat yang didisain dan dikerjakan insinyur-insinyur penerbangan Indonesia. Pesawat ini melakukan penerbangan uji coba pada 10 Agustus 1995 pada 10 Agustus 1915 yang kemudian ditetapkan sebagai Hari Kebangkitan Teknologi Nasional.

N di depan N-250 diambil dari nama Marsekal Muda Nurtanio Pringgoadisuryo yang diakui sebagai perintis industri penerbangan Indonesia yang membuat pesawat layang dengan komponen kayu pada tahun 1947 dan membuat pesawat metal pada Sikumbang pada 1950.

“Seharusnya, kita tidak menjadi pembeli pesawat, tetapi penjual pesawat,” ujar Prof. Atip lagi.

Dia berharap, gagasan kedirgantaan Indonesia dapat lebih dikembangkan. Berbagai lembaga yang ada seperti Dewan Penerbangan dan Antariksa RI (DEPANRI) dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa (LAPAN), dikembalikan ke fitrah sebagai ujung tombak pengembangan sektor kedirgantaraan.

Dalam pameran ini Perpustakaan Nasional menampilkan tidak kurang dari 50 buku yang ditulis Chappy Hakim yang kini memimpin Pusat Studi Air Power Indonesia (PSAPI). Juga turut dipamerkan buku-buku kedirgantaraan untuk anak karya Purparani Hasjim yang merupakan istri dari Chappy Hakim.

Pameran juga dihadiri antara lain Kepala Perpustakaan Nasional Prof. E. Aminuddin Aziz, Ketua Yayasan Obor Indonesia Kartini Nurdin, wartawan senior Nasir Tamara yang menjadi kurator pameran, diplomat senior dan mantan Dubes RI untuk PBB Makarim Wibisono, juga Ketua Umum Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Teguh Santosa, dan wartawan senior Tommy Tamtomo. 

Ketika memberikan sambutan, Chappy Hakim mengatakan dirinya prihatin karena isu kedirgantaraan nasional masih kurang mendapat perhatian.

“Bila suatu negara tidak memiliki perhatian yang serius pada isu kedirgantaraan, maka negara itu akan sulit untuk berdiri sama tinggi dengan negara maju yang memberikan perhatian besar pada isu kedirgantaraan,” ujarnya.

Chappy juga mengatakan, tadinya dia berencana membuka pameran buku ini pada tanggal 10 Agustus 2025 untuk mengenang kelahiran pesawat N-250. Namun karena tanggal itu jatuh pada hari Minggu, maka diputuskan pembukaan  pameran dilakukan pada tanggal 11 Agustus 2025.

Pameran ini akan berlangsung selama dua hari, sampai hari Selasa, 12 Agustus 2025. Di antara buku karya Chappy Hakim yang dipamerkan berjudul “Mengenal Kekyatan Dirgantara”, “Pertahanan Indonesia”, "Keamanan Nasional dan Penerbangan”, “Quo Vadis Kedaulatan Udara Indonesia?”, “Saksofon, Kapal Induk, dan Human Error”, “Warna Warni Purnabakti”, “Pesawat Terbang Itu Berbahaya”, dan “Dari Capung Sampai Hercules”. 

Chappy Hakim lahir di Jogjakarta pada 1947 dan lulus dari Akademi Angkatan Udara pada tahun 1971. Dia juga pernah mengecap pendidikan militer di Australia, Inggris, dan Amerika Serikat. 

Chappy Hakim tercatat pernah menjadi Komandan Skuadron C-130, Komandan Pangkalan Udara Margahayu, Komandan Wing Taruna AAU, Gubernur AAU, dan Komandan Jenderal Akademi TNI, hingga Kepala Staf TNI AU (2002-2005).

Pada tahun 2007 Chappy Hakim memimpin Tim Nasional Evaluasi Keamanan dan Keselamatan Transportasi (EKKT). Lalu di tahun 2016 dia menjadi CEO Freeport Indonesia.


Heli Expo Asia 2025 di Jakarta, Pintu Gerbang Mobilitas Udara Masa Depan

Sebelumnya

Garuda Nangkring di Posisi Ke-4 Daftar Penerbangan Terbaik 2025 Versi Skytrax

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel AviaNews