post image
KOMENTAR

SANG Gatot Kaca, pesawat N-250 buatan Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN), tengah dalam perjalanan menuju tempat peristirahatan terakhir di Museum Pusat Dirgantara Mandala (Muspusdirla) milik TNI AU di Lanud Adi Sucipto di Jogjakarta.

Pesawat yang mengangkasa pertama kali dengan gagah di langit nusantara pada tahun 1995 itu telah dibelah menjadi beberapa bagian, dan dikirim dari Bandung ke Jogjakarta dengan menempuh rute darat sejauh 560 kilometer, Rabu siang (19/8).

Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara Marsekal Pertama Fajar Adriyanto menjelaskan secara runut riwayat hidup Sang Gatot Kaca dalam keterangan yang diterima redaksi, sebagai berikut:

Pada tahap pengembangan teknologi/technology development, PTDI mampu merancang bangun dan memproduksi pesawat terbang sepenuhnya (full design and manufacturing). Khususnya bagi tenaga kerja di IPTN yang bertugas menangani pesawat baru N-250 dimana N adalah Nusantara, 2 adalah dua mesin turboprop, dan 50 adalah jumlah nominal penumpang (50-70 penumpang). Awal rancang bangun pesawat ini pada 1987 yang melibatkan tidak kurang dari 4000 sarjana teknik.

Prototipe N250 pertama yang diberi nama Gatot Koco melakukan uji terbang perdananya selama 56 menit dengan lancarpada 10 Agustus 1995, keberhasilan ini ditetapkan sebagai Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (HARTEKNAS).

N-250 rencananya akan diproduksi di tiga tempat, yakni Bandung, Alabama (Amerika Serikat) dan Stutgart (Jerman). Namun rencana ini tidak pernah dilaksanakan karena aliran dana dari Pemerintah dihentikan sejak bulan Januari 1998 setelah Letter of Intent (LoI) antara Pemerintah Indonesia dengan International Monetery Fund (IMF) ditandatangani. Dampak krisis ekonomi tahun 1998 tersebut berakibat pula pada program pesawat bermesin jet N2130, pembuatan satelit, dan pengembangan SDM.

Tahun 1987, Penguasaan Tahap 3: Pengembangan Teknologi

IPTN mendapat tugas dari pemerintah untuk merancang bangun dan memproduksi sepenuhnya pesawat baru N-250, maka dimulailah proses rancang bangun pesawat tersebut. Pada saat itu, IPTN semakin meningkatkan jumlah tenaga kerjanya terutama para insinyur. Proses rancang bangun ini melibatkan kurang lebih 4.000 insinyur yang diantaranya lebih dari 35 sarjana S2 dan 100 sarjana S3.

N-250 merupakan pesawat turboprop yang menggunakan teknologi mutakhir, antara lain fly by wire system, full glass cockpit with engine instrument and crew alerting system (EICAS), engine control with full autorithy digital engine control (FADEC), electrical power system with variable speed constant frequency (VSCF) generator yang biasa dipakai dalam pesawat tempur dan saat itu baru diterapkan pada B737-500, desain struktur yang efisien dan kokpit yang lebih luas serta terbang lebih cepat dibandingkan dengan saingannya ATR 72 (Perancis), De Havilland-Q 400 (Kanada) dan MA60 (Cina).

Tahun 1988, Kerjasama Pengembangan Satelit

Dalam melanjutkan kerjasamanya dengan Hughes Aerosystem Amerika Serikat, IPTN mengirim 30 insinyur-nya ke California untuk perancangan Satelit Palapa tipe B2R, C1 dan C2 yang dibeli oleh PT Telkom Indonesia.  Sementara itu rancang bangun pesawat N250 terus berjalan dan semua yang terlibat memiliki harapan besar untuk mewujudkan pesawat yang akan menjadi andalan bangsa di masa akan datang setelah CN235. Kemampuan putera-puteri Indonesia sangat diuji di sini karena N250 adalah pesawat pertama yang dirancang sepenuhnya oleh bangsa Indonesia.

Tahun 1989, N-250 Diperkenalkan

Pada tahun ini dunia dibuat tercengang dengan pesawat N-250 yang dirancang oleh putera-puteri Indonesia ketika B.J. Habibie memperkenalkan N-250 di Paris Airshow Le Bourget Paris. Dengan publikasi tersebut maka para pesaing N-250 begitu was-was, ditambah dengan N250 menerapkan begitu banyak teknologi mutakhir serta sejumlah perusahaan penerbangan lokal telah memesan pesawat canggih tersebut.

Tahun 1992, Pemotongan Material N-250

N-250 memasuki tahap produksi ditandai dengan menekan spindle mesin CNC (computer numerical control machine) untuk melakukan pemotongan pertama material untuk bagian sayap di hanggar Fabrikasi (Aerostructure) oleh Direktur Utama IPTN B.J. Habibie pada Agustus 1992. Komponen N-250 yang pertama dibuat yaitu bagian sayap kiri atas berbahan baku aluminium alloy.

Tahun 1994, Kelahiran N-250 Gatot Koco

Pada 10 November 1994 prototipe N-250 pertama berkapasitas 50 penumpang yang diberi nama Gatot Koco keluar dari hanggar (roll-out) ditarik 50 karyawan IPTN. Gatot Koco adalah nama yang diberikan oleh Presiden Soeharto untuk prototipe pertama tersebut. Setelah itu beliau memberi nama tiga prototipe N250 berikutnya yang akan dibangun dengan kapasitas 70 penumpang yaitu Krincingwesi, Koconegoro dan Putut Guritno, dan Krincingwesi sudah sempat dibangun dan diujiterbangkan.

Pesawat N2130 mulai dirancang dan diperkirakan terbang perdana pada 2003 dengan kapasitas 80–130 penumpang yang mampu bersaing dengan pesawat sejenis. Diproyeksikan sekitar 2757 pesawat yang dibutuhkan dunia pada 1995-2015. Program ini didanai oleh konsorsium swasta yaitu PT DSTP (PT Dua Satu Tiga Puluh). Pemerintah hanya mendanai pembangunan fasilitas Uji Terowongan Angin (Wind Tunnel Test) Transonik di LAGG Puspiptek Serpong.

Tahun 1995, Penerbangan Perdana N250 Gatot Koco

Terdapat dua peristiwa penting bagi IPTN pada tahun ini, pertama penerbangan perdana (first flight) N-250 Gatot Koco. Penerbangan perdana N-250 Gatot Koco dihadiri oleh Presiden beserta Ibu Tien Soeharto dan Wakil Presiden berserta Ibu Tuti Try Sutrisno dengan sejumlah Menteri. Peristiwa ini merupakan hadiah ulang tahun Emas (50 tahun) Republik Indonesia. Penerbangan tersebut merupakan ajang pembuktian bagi yang meragukan N-250.

N-250 Gatot Kaca dengan registrasi PK-XNG dengan chief test pilot Erwin Danuwinata dan co-test pilot Sumarwoto serta flight test engineers Hindawan Haryo Wibowo dan Yuarez Riadi. Presiden Soeharto, Ibu Tien, Wakil Presiden Try Sutrisno, dan Ibu Tuti menyaksikan Gatot Koco dari menara kendali. Dalam uji terbang, Presiden Soeharto juga berbincang dengan Kapten Pilot Erwin mengenai fungsi peralatan-peralatan berjalan dengan baik. N250 Gatot Koco mendarat dengan sempurna di landasan pacu Bandara Husein Sastranegara Bandung setelah 56 menit mengudara dan peristiwa penting kedua ditetapkannya 10 Agustus 1995 menjadi Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (HARTEKNAS).

Pertengahan Juni 1995, Declaration of Intent ditandatangani oleh B.J. Habibie dan Gubernur Alabama, Amerika Serikat yang diwakili oleh Dick Campton tentang minat IPTN untuk melakukan pendirian pabrik perakitan pesawat N250 di kota Mobile Alabama Amerika Serikat. Kantor pusat American Regional Aircraft Industry (AMRAI) di Mobile rencananya mampu merakit satu sampai tiga pesawat N250 per minggu. Pada saat itu Gubernur Alabama akan menyiapkan tanah seluas 15 hektar untuk tempat perakitan dengan harga sewa sebesar USD 1/meter/tahun.

Selain di Amerika Serikat perakitan N250 juga akan dilaksanakan di Jerman. Pada 13 Juni 1995 Surat Kesepakatan Bersama (SKB) ditandatangani oleh Menteri Ekonomi, Teknologi dan Perhubungan Nierdersachsen Jerman, DR. Fisher. Dalam penunjukannya Aircraft Services Lemwerder (ASL) sebagai agen tunggal N250 untuk wilayah penjualan Eropa dan IPTN memiliki 25,11 % saham di perusahaan ini. Khusus untuk Eropa, IPTN akan memfokuskan penjualan pesawat N250 berkapasitas 70 penumpang. Rencananya IPTN akan mendirikan pabrik perakitan di kota Lemwerder apabila ASL berhasil menjual 18 unit N250 sebagai titik impas penjualan.

Tahun 1996, Penerbangan Perdana N250 Krincing Wesi


PT Dahana Sudah Punya Pabrik Amonium Nitrat, Mimpi yang Jadi Kenyataan

Sebelumnya

Kapal Induk Jatayu Mulai Beroperasi di Laut Selatan

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga