post image
Dutabesar Republik Sudan Elsiddieg Abdulaziz Abdalla
KOMENTAR

SELAIN Afrika, Sudan juga tengah memasuki era baru. Era baru yang lebih menantang dan menjanjikan.

Dalam wawancara dengan Majalah Republik Merdeka beberapa waktu lalu Dutabesar Republik Sudan Elsiddieg Abdulaziz Abdalla berbagi cerita tentang angin perubahan itu.

Setelah Presiden Omar Al Bashir yang mulai berkuasa pada 1985 berhasil ditumbangkan dari kekuasaannya pada April 2019, kelompok pendukung revolusi yang terdiri dari kelompok sipil dan kelompok militer sepakat membentuk pemerintahan transisi dan membagi rata kekuasaan di antara mereka. Pemerintahan transisi inilah yang ditugaskan untuk mempersiapkan pemilihan umum yang credible dalam waktu tiga tahun.

Wawancara dengan Dubes Abdalla dilakukan pada pertengahan bulan Agustus 2019, tak lama setelah Deklarasi Politik ditandatangani pada 4 Agustus. Kemudian pada 17 Agustus kelompok pendukung revolusi mengumumkan secara resmi kesepakatan itu kepada dunia internasional dan menunjuk Abdel Fatah Al Burhan sebagai Kepala Dewan Kedaulatan dan Abdalla Hamdok sebagai Perdana Menteri.

Dubes Abdalla juga menceritakan kisah pahit perpisahan Sudan dengan Sudan Selatan melalui referendum 2011.

Berikut kutipan wawancara tersebut:


Negara mana di Afrika yang paling kuat dalam bidang ekonomi?

Dalam hal GDP, yang paling besar tentu saja Afrika Selatan, lalu Nigeria, Aljazair, dan Mesir. Kemudian banyak negara yang berkompetisi untuk berada di tempat kelima. Tetapi saya rasa, Kenya pantas disebut berada pada posisi ini. Dalam hal kepemilikan sumber daya alam, yang paling besar adalah Aljazair, Sudan, Nigeria dan Kongo. Dalam hal ukuran market, kita melihat Nigeria karena memiliki 70 juta penduduk, lalu Afrika Selatan, kemudian Aljazair. Sudan sendiri tidak lebih dari 34 juta jiwa. Tidak ada negara Afrika yang unggul di semua hal. Ada yang unggul di satu bidang, tetapi kurang unggul di bidang lainnya. Umumnya masa depan negara-negara Afrika sangat cerah.


Sebagai perbandingan dengan Indonesia, apakah negara tetangga kami Malaysia cukup eksis di Afrika?

Tidak begitu, tetapi mereka memiliki beberapa proyek di sejumlah negara Afrika.


Bagaimana dengan di Sudan, apakah Malaysia memiliki proyek?

Saya harap Anda mencantumkan ini di dalam laporan Anda. Indonesia dan Malaysia adalah negara pertama yang ingin melakukan eksplorasi minyak bumi di Sudan. Pertamina ke Sudan dan mendapatkan konsesi yang cukup besar. Petronas dari Malaysia juga mendatangi Sudan. Ketika Amerika Serikat memutuskan memberi sanksi kepada Sudan, Pertamina angkat kaki. Saya kira ini patut disayangkan. Ini sekitar 1997. Sementara Petronas tetap tinggal sampai saat ini. Mereka menolak pergi karena sudah memiliki perjanjian bilateral dengan Sudan.


Tetapi Sudan masih membuka pintu untuk kami (Pertamina), kan?

Saya telah menulis tiga surat kepada mereka (Pertamina), memberitahu mereka bahwa kini tidak ada lagi sanksi untuk Sudan di bidang tertentu termasuk minyak bumi. Saya berusaha meyakinkan Pertamina untuk kembali ke Sudan dan memulai kembali bisnis mereka di sana. Sayangnya, tidak ada respon. Saya mendapat informasi bahwa Pertamina kini memiliki banyak pekerjaan di dalam negeri, sehingga tidak ada kepentingan mereka untuk membuka eksplorasi di luar.

Tetapi Anda bisa lihat British Petroleum, misalnya, mereka ada dimana-mana. Jari telunjuk Anda mesti ada dimana-mana. Kirim satu drilling saja. Anda harus hadir di sana karena ini adalah pasar di masa depan. Besok-besok, ketika Amerika Serikat memperbaiki hubungan dengan Sudan, mereka akan lompat dalam satu hari, dan mereka akan mengambil apapun. Ketika Anda memutuskan untuk kembali ke Sudan, Anda tidak menemukan area yang kosong. Itulah sebabnya saya katakan, Anda harus mengambil inisiatif, letakan jari telunjuk Anda di titik yang Anda mau. Ini strategi yang harus dimiliki perusahaan minyak besar seperti Pertamina. Jangan menarik diri.

Jangan mengikuti begitu saja apa yang dikatakan Gedung Putih. Besok mereka mengambil keputusan, lalu sehari setelahnya kita mengikuti keputusan mereka. Jangan seperti itu. Karena ini adalah bisnis kita, masa depan kita.

Amerika Serikat pun tetap di sana. Ketika Amerika Serikat menerapkan sanksi untuk kami, tetap mereka ada di sana, mereka melakukan bisnis di bawah meja dengan kontraktor.    

Sebetulnya, bukan Amerika Serikat yang angkat kaki dari Sudan. Tetapi kami yang memutuskan. Ketika mereka menerapkan sanksi yang membuat kami mengalami situasi sulit, kami katakana pada mereka: Chevron, enough is enough. Please out. Ini sekitar tahun 2005.

Ini bukan nasionalisasi. Chevron memulai eksplorasi skala besar di Sudan di era rezim Jaafar Nimeiri di era 1970an. Itulah saat dimana mereka menemukan cadangan miyak bumi dalam jumlah besar di Sudan. Mereka menggali lebih dari 100 sumur minyak. Di era 1970an itu di kawasan Timur Tengah ditemukan (cadangan minyak) yang melebihi apa yang mereka butuhkan. Jadi mereka tutup (sealed) sumur minyak di Sudan dan pergi ke Timur Tengah. Ketika mereka mendapatkan banyak masalah di Timur Tengah, mereka kembali ke Sudan. Itulah saat dimana mereka menerapkan kondisi yang berat kepada kami.

Kami tahu bahwa mereka menemukan candangan minyak dalam jumlah besar. Saat itu kami belum memiliki kemampuan teknis. Tetapi kami tahu.

Pemahaman ini menjadi semakin kuat ketika kami merasakan Amerika Serikat menerapkan lebih banyak tekanan kepada kami ketika kami ingin melakukan drilling minyak. Kami katakan, kami tidak bisa menerima kondisi yang mereka terapkan itu. Setelah itu, mereka mulai menggunakan jalan politik. Saat itu, kami tidak duduk diam begitu saja menunggu mereka dan mengatakan, silahkan. (Tetapi) kami memulai negosiasi dengan China, kami memulai negosiasi dengan Malaysia, dengan Pertamina, dengan perusahaan minyak India.

Begitu kami minta Chevron untuk pergi, China datang. Dan kurang dari satu tahun, minyak itu pun ada. Mereka (China) memasang jaringan pipa dari lokasi dimana minyak ditemukan ke tempat yang bisa kami gunakan untuk mengekspor minyak (di tepi Laut Merah). Kami memiliki revinari di Khartoum.


Jadi pada dasarnya pihak yang membangun infrastruktur minyak di Sudan adalah China?
Ya, China. Di Sudan maupun Sudan Selatan.


Bisakah Anda jelaskan sedikit mengenai hubungan Sudan dan Sudan Selatan?

Sudan menjadi satu negara sejak 1821. Sementara Sudan Selatan menjadi bagian Sudan sejak 1885, pada era Scrambled for Africa, ketika Inggris dan negara-negara Eropa memutuskan untuk menyusun peta baru Afrika. Sudan sejak itu menjadi koloni Inggris. Situasi ini berlanjut hingga ke era kemerdekaan. Ketika kami memproklamirkan kemerdekaan kami pada tahun 1956, seluruh Sudan bersatu, Sudan Selatan, Sudan Utara, Sudan Timur, Sudan Tengah, dan Sudan Barat. Sebelum proklamasi kemerdekaan itu ada periode transisi selama tiga tahun.

Itulah masa di mana masalah muncul. Seperti Anda ketahui, Inggris tidak meninggalkan koloninya tanpa meninggalkan masalah. Sebelum mereka pergi, mereka membuat deal dengan Sudan Selatan. Saat itu situasi di Sudan sangat aneh. Sudan dikuasai oleh dua negara, yakni Mesir yang dirinya sendiri merupakan koloni Inggris, dan Inggris. Mereka menandatangi kesepakatan yang disebut Condominium Rule. Jadi ada dua negara asing yang membagi kekuasaan pemerintahan Sudan.

Ini sebabnya situasi di Sudan sangat ganjil, dan ada banyak situasi tidak menentu selama periode transisi. Inilah masa dimana rakyat mulai berpikir apakah sebaiknya menjadi satu negara dengan Sudan Selatan atau melepaskan Sudan Selatan menjadi negara sendiri.  Situasi ini berlangsung sangat lama hingga pada tahun 2011.

Setelah Inggris dan Mesir pergi, tentu kami duduk untuk membicarakan bagaimana menjalankan pemerintahan, bagaimana membagi kekuasaan, apa yang diberikan kepada Sudan dan kepada Sudan Selatan. Inilah yang disebut sebagai Sudanisasi pegawai negeri. Inggris sudah pergi, Mesir sudah pergi, dan Sudan dikelola oleh orang-orang Sudan sendiri. Itu masa di mana muncul pemikiran agar Sudan Selatan memiliki pemerintahan sendiri, namun mereka harus memiliki persentase tertentu di militer, di Istana, dan seterusnya. Intinya menjadi jelas saat itu bahwa Sudah Selatan memiliki situasi yang berbeda.

Juga jangan lupa, secara etnis, masyarakat Sudan Selatan dan Sudan berbeda. Mereka umumnya adalah orang Afrika, dengan warna kulit yang lebih gelap, dan mereka  beragama Kristen, bukan Islam, dan banyak juga yang pagan dan tidak percaya pada Tuhan. Ini situasi umum di Sudan Selatan. Karena itu harus ditangani secara khusus pula.

Situasi ini membawa pada perang saudara yang berlangsung dari tahun 1955 sampai tahun 1972. Perang ini berhenti di tahun 1972 , ketika mantan Presiden Jaafar Nimeiri memutuskan agar Sudan Selatan memiliki pemerintahan otonom. Semua urusan diserahkan kepada Sudan Selatan, kecuali urusan militer dan kepolisian masih di bawah Sudan.

Situasi ini berlangsung sampai tahun 1983. Tahun menjadi semacam titik balik bagi Sudan, ketika Presiden Nimeiri memutuskan untuk menerapkan hukum Syariah di seluruh Sudan, termasuk di Sudan Selatan. Saat itu memicu perang yang lebih buruk dari sebelumnya. Kini komunitas Kristen global dan negara-negara tetangga yang memiliki kepentingan-kepentingan sendiri berkontribusi pada perang itu. Situasi ini diperumit oleh kudeta yang dilakukan Partai Komunis Sudan pada 1971.

Ethiopia adalah tetangga langsung kami. Saat itu, Ethiopia sedang berperang dengan Eritrea. Itu masalah tersendiri. Ada masa dimana revolusi di Eritrea dikelola dari dalam Sudan. Itu sebabnya Ethiopia sangat tidak senang ketika Sudan memberikan dukungan pada pemberontak Eritrea.


Siapa yang mendukung Eritrea, Sudan atau Sudan Selatan?

Sesungguhnya seluruh dunia Arab mendukung Eritrea karena mereka bangsa Arab. Terkadang Anda kesulitan untuk membedakan orang Sudan dan orang Eritrea. Itu sebabnya mengapa orang Eritrea berada di Sudan, dan pemberontak Eritrea berada di Sudan, dan seluruh negara Arab mendukung Eritrea melalui teritori Sudan.

(Sebagai balasan) Presiden Ethiopia Mengistu Haile Mariam percaya bahwa dia harus mendapatkan setengah dari Sudan, dengan memberikan bantuan kepada pemberontak Sudan Selatan. Mereka mendapatkan latihan di barak-barak di Ethiopia, mereka mendapatakan bantuan persenjataan dari Ethiopia, sehingga mereka (pemberontak Sudan Selatan) menjadi seperti angkatan bersenjata.

Pertanyaan mengenai Sudan Selatan tidak hanya mengganggu hubungan kami dengan Sudan Selatan, tetapi juga mengganggu hubungan kami dengan negara-negara tetangga kami di Afrika. Situasi ini berlanjut sampai pemerintahan Omar Al Bashir yang berkuasa dari tahun 1989 menawarkan dialog dengan pemberontak, meminta mereka untuk tenang dan menyusun negosiasi.

Waktu terus berlangsung, dan terlihat bahwa pemberontak di Sudan Selatan tidak menginginkan perdamaian, mereka hanya menginginkan perpisahan walaupun mereka tidak mengatakan itu secara terbuka.

Lalu kami setuju untuk menggelar referendum pada 2011, apakah rakyat memilih perpisahan untuk tetap bersama Sudan. Dan pada akhirnya mereka memilih untuk berpisah, dan kini kami menjadi dua negara, Republik Sudan dan Republik Sudan Selatan.


Apakah Anda secara pribadi menyesalkan perpisahan ini?

Ya, saya sangat menyesalkan hal ini. Sebetulnya Sudan bukan satu-satunya negara yang merangkum perbedaan dan keberagaman di Afrika atau di dunia. Lihat tetangga kami seperti Ethiopia yang merupakan negara dengan keragaman. Mereka punya Muslim, Kristen, dan pagan. Juga Chad, punya Kristen dan Muslim, serta sebagian lainnya adalah agama asli Afrika.

Juga ada kasus yang sedikit sama dengan kasus kami, yakni di Nigeria. Setelah kemerdekaan mereka menghadapi gerakan kelompok Biafra. Mereka hampir seperti Sudan Selatan, mereka Kristen dan mereka juga memiliki wilayah yang besar. Mereka melawan pemerintah pusat Nigeria dan ingin melepaskan diri. Tetapi pemerintah pusat Nigeria memerangi kelompok separatis itu dengan keras, dan mereka memenangkan peperangan dan mempersatukan Nigeria.

Kami tidak mau menggunakan kekerasan (force). Karena kalau Anda menggunakan kekerasan, besok bisa jadi tidak berguna. Kami ingin bersatu dalam perdamaian (peace). Kami tidak bisa memaksakannya. Itu sebabnya kami menempuh jalan yang terkesan lamban dan halus dalam berdialog dengan saudara kami di selatan. “Ayo kita bernegosiasi. Bila kita mencapai kesepakatan, bagus. Bila tidak lebih baik kita berpisah dengan damai (peace), tidak hancur lebur (pieces).” Ini yang menjadi keputusan kami.

Kadang-kadang apa yang terjadi di Jerman juga bisa saja terjadi lagi. Mereka mengalami perpecahan yang dipaksakan. Namun setelah beberapa dekade mereka kembali dan memutuskan persatuan lebih baik daripada perpisahan. Kami sungguh berharap akan tiba saatnya kedua Sudan akan kembali menempuh jalan yang pernah mereka tempuh sebagai satu negara. Ada harapan. Generasi mendatang barangkali akan memiliki pemikiran yang berbeda, dan memutuskan Sudan bersatu akan lebih baik daripada Sudan yang terpisah.

Saat ini, Sudan Selatan tidak punya akses ke lautan. Tetapi kalau Sudan bersatu mereka akan memiliki akses ke Laut Merah. Mengapa memilih berpisah, kalau sebenarnya semua hak Anda dijamin dan semua yang Anda inginkan bisa Anda dapatkan. Mengapa berpisah?


Bagaimana dengan kekayaan alam seperti minyak bumi?

Kami di Sudan memiliki minyak bumi. Cadangan minyak bumi terbesar ada di Sudan Selatan. Faktanya, kedua Sudan merupakan salah satu belahan bumi yang beruntung dalam hal kepemilikan cadangan minyak bumi dan aliran sungai. Kami punya setidaknya 20 sungai yang besar.

Artinya, Sudan merupakan salah satu belahan bumi yang kaya di dunia, dalam hal mineral, pertanian. Juga potensi wisata yang tinggi. Sudan Selatan dapat menjadi tujuan wisata terbaik di dunia bila mereka memiliki infrastruktur. Sudan dan Sudan Selatan bisa bersatu dapat menjadi negara yang sangat kuat, kaya dalam hal sumber daya manusia dan sumber daya mineral. Kami sangat berharap generasi mendatang akan memikirkan kembali hal ini.


Anda katakan tadi bahwa di tahun 1983 hukum syariah diterapkan pemerintah. Bagaimana saat ini?

Saat ini kami menunggu panel yang baru saja terpilih. Secara resmi Sudan masih di bawah hukum syariah. Tetapi bisa dikatakan suasana di tengah masyarakat Sudan adalah bebas dan tidak seperti sebelumnya.

Tetapi hukum syariah tidak dapat dihapuskan karena mengubah hokum tidak dapat dilakukan begitu saja, ada proses yang diperlukan.

Saat ini kami menunggu sampai kami memiliki parlemen dan pemerintah yang terpilih secara demokratis. Mereka akan duduk dan mendiskusikan bagaimana menjalankan pemerintahan. Ini tantangan kami.


Hari Minggu lalu (4/8) kelompok sipil dan kelompok militer menandatangani Deklarasi Politik. Bisa Anda jelaskan tentang hal ini?   

Ini semua berawal dari revolusi melawan Presiden Omar Al Bashir dan Kongres Nasional yang berkuasa selama 30 tahun terakhir. Selama masa revolusi ini kami memiliki banyak masalah, khususnya dengan Barat, umumnya Amerika Serikat dan Eropa. Beberapa tetangga kami di Afrika juga menuding kami menjadi tempat persembunyian kelompok teroris. Dan banyak tuduhan lainnya. Hal ini membuat hubungan kami dengan AS, Uni Eropa, dan beberapa negara Arab terganggu. Hasil dari semua ini kami dijatuhi sanksi.

Kemudian kami juga mengalami masalah dengan ICC (International Criminal of Court) karena Al Bashir dituduh melakukan pembersihan etnis di Darfur. Itu sebabnya ICC memutuskan Al Bashir harus ditahan. Pemerintah Sudan menolak dan mengatakan, kami tidak menandatangani perjanjian ICC sehingga kami tidak terikat. Tetapi ICC memaksa. Hasil dari ini, kami kembali mengalami sanksi dan embargo. Situasi ini menambah tekanan kepada pemerintah Sudan dan rakyat Sudan.

Kami tidak bisa mengekspor apapun ke Eropa dan Amerika Serikat. Seperti Anda tahu, kawasan ini adalah market terbaik bagi negara-negara dunia ketiga. Apalagi ada inisiatif EBA, Everything But Arms. Di bawah sanksi yang diberikan, keadaan Sudan sangat buruk. Kami bahkan tidak dapat membeli sukucadang untuk mobil dan pesawat terbang kami. Padahal Sudan Air adalah pioneer penerbangan di Afrika. Sudan Air tergantung dengan pesawat-pesawat buatan AS juga menghadapi masalah. Sebelumnya kami memiliki 10 penerbangan ke Rusia. Kami memiliki lebih dari 4.000 kilometer jalur kereta api. Sekitar 90 persen lokomotif kami tidak dapat beroperasi. Infrastruktur kami hancur.

Tidak hanya itu. Sudan merupakan salah satu negara yang memiliki pertanian yang sangat luas. Pertanian yang luas ini juga hancur karena tidak ada irigasi. Bahkan saat itu juga sulit bagi kami untuk memiliki jaringan komunikasi antara kota-kota. Sanksi membuat kami hampir-hampir hilang dari dunia.

Sampai sekarang sanksi tidak juga dicabut. Sulit untuk mentransfer uang melalui sistem perbankan.


Bagaimana dengan Rusia, China, dan Iran. Apakah mereka tidak membantu Anda?

Kami punya hubungan baik dengan China yang merupakan pendukung utama Sudan sepanjang tahun-tahun ini. Saya tidak tahu apa yang akan terjadi kalau kami tidak punya hubungan baik dengan China. Situasi bisa jadi lebih buruk.

Kami juga punya hubungan baik dengan Rusia. Mereka memberikan dukungan dalam sistem PBB. Mereka selalu berusaha membantu Sudan setiap kali ada upaya untuk menekan Sudan.


Setelah penandatanganan Deklarasi Politik itu, apa rencana selanjutnya?

Pada tanggal 17 Agustus akan ada penandatanganan perjanjian secara resmi. Dan di tengah penandatanganan yang disaksikan komunitas internasional itu akan diumumkan nama Perdana Menteri. Menurut rencana, tujuh hari setelah itu Perdana Menteri akan mengumumkan nama-nama anggota Kabinet.

Kami belum menggelar pemilihan umum. Ada dua kelompok yang terlibat dalam revolusi, kelompok militer dan kelompok sipil. Kelompok sipil terdiri dari lebih 130 partai politik. Mereka menamakan diri Forces for Freedom and Changes (Kekuatan untuk Kemerdekaan dan Perubahan).

Sekarang ini ada tiga tingkat kekuasaan. Dewan Kedaulatan (Sovereign Council) yang merupakan lembaga tertinggi seperti Kepala Negara yang terdiri dari lima tokoh sipil dan lima tokoh militer, serta seorang yang disepakati kedua kelompok itu. Di bawah Dewan Kedaulatan ada Perdana Menteri dan Dewan Menteri atau Kabinet yang terdiri dari 20 menteri.

Daftar calon anggota Kabinet disusun oleh 130 partai politik yang ada di kelompok sipil. Lalu Perdana Menteri akan memilih siapa yang menjadi menteri dari daftar itu.

Kemudian ada Parlemen yang terdiri dari 300 orang, dimana 63 persen di antaranya mewakili FCC dan sisanya adalah tokoh sipil yang tidak tergabung dengan FCC.

Pemerintahan transisi ini bertugas untuk menyelenggarakan pemilihan umum dalam tiga tahun, untuk membawa pemerintah dan parlemen yang terpilih secara demokratik.


Sepanjang proses ini, bagaimana situasi di Sudan?

Sangat aman. Tidak ada insiden selama masa pemberontakan. Tidak ada seorang sipil pun yang terbunuh. Tidak ada kerusuhan, karena masyarakat kami sangat cinta damai (peaceful). We are a non-violent society.


Menarik sekali, karena kelihatannya Sudan sedang berusaha untuk membangun sistem baru dan semua pihak dapat menerima…

Sepanjang sejarah kami, kami tidak memiliki kecenderungan melakukan kekerasan. Ketika rakyat mulai melawan pemerintahan Al Bashir mereka melakukan aksi duduk yang kemudian sangat terkenal. Ini aksi dudu pertama dalam sejarah kami. Demonstran, ketika mereka dihadapi dengan kekarasan oleh pasukan keamanan, mereka berkumpul dan melakukan aksi duduk di depan. Markas tantara. Sekarang Al Bashir sedang diadili.


Boleh saya tanya, apakah menurut Anda ia adalah presiden yang baik?

Tentu saja kalau dia adalah presiden yang baik, dia tidak akan dijatuhkan. Mari kita jujur. Umumnya rakyat sangat puas pada sepuluh tahun pertama pemerintahan Omar Al Bashir. Terlepas dari berbagai embargo dan sanksi yang diterapkan pada kami, pemerintahannya dapat menjual minyak. Dan kami menjadi salah satu negara produsen minyak. Di sisi lain, rakyat tidak senang atas perpisahan dengan Sudan Selatan.

Juga rakyat tidak senang karena praktik korupsi yang begitu tinggi. Selain menghadapi sanksi dan embargo, situasi kami juga dirusak oleh pratik korupsi yang rampant. Bahkan dalam satu masa, Presiden sendiri sempat membicarakan soal korupsi di tubuh pemerintahannya. Dia menyebut mereka kucing gemuk, mereka-mereka yang menggunakan uang negara untuk kepentingan sendiri. Praktik korupsi ini menghancurkan ekonomi bangsa kami.


Apakah Anda merasa percaya diri dengan masa depan Sudan?

Sangat percaya diri. Anda tahu mengapa? Karena rakyat yang peduli dan berkomitmen dengan perubahan ini sangat banyak. Mereka mungkin kurang berpengalaman, tetapi mereka sangat ambisius (untuk membangun Sudan yang lebih baik) dan mereka mau berkorban. Mereka inilah yang ada di belakang revolusi.

Kami sangat senang karena perjanjian damai ini diterima oleh AS, Uni Eropa, Afrika Union, dan Liga Arab. Ini artinya perjanjian damai itu disambut baik seluruh komunitas internasional. Rakyat saat ini mendukung pemerintahan sipil, bukan lagi pemerintahan militer. Situasi ini kelihatannya akan berujung pada berakhirnya keterlibatan militer dalam kehidupan politik. Ini adalah keberhasilan yang sangat besar.


Dubes Finlandia: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 5 Persen Cukup Menjanjikan

Sebelumnya

Dubes Finlandia: Anda Tidak Bisa Menyamakan Islam dengan Terorisme

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga