Program pengembangan dan pengadaannya perlu diintegrasikan dengan rencana jaringan perhubungan udara nasional, program pembangunan wilayah terpencil, dan kebutuhan pertahanan serta keamanan.
Pada titik ini, penting untuk menegaskan kembali cara pandang terhadap wilayah udara nasional. Langit Indonesia bukan sekadar ruang kosong yang dilintasi pesawat, melainkan sumber daya strategis sebagaimana halnya mineral, minyak, gas, dan hutan. Konstitusi dengan jelas mengamanatkan bahwa sumber daya tersebut harus dikuasai negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Karena itu, perhubungan udara nasional harus dipandang sebagai syarat mutlak keberlangsungan NKRI. Di negeri dengan wilayah yang begitu luas dan bersifat kepulauan, dengan banyak kawasan pegunungan yang sulit dijangkau, udara adalah koridor utama integrasi nasional, pemerataan pembangunan, serta penguatan keamanan dan pertahanan.
Maka, rapat kickoff Bappenas tidak boleh berhenti sebagai catatan rapat yang rapi tersimpan di lemari arsip. Ia harus menjadi titik awal bagi beberapa langkah konkret.
Pertama, dorongan untuk membentuk kembali suatu Dewan Penerbangan Nasional di level strategis yang benar-benar berfungsi sebagai pusat koordinasi, penyatu arah kebijakan, dan pengawal integrasi antara industri pesawat, perhubungan udara, dan pertahanan negara.
Kedua, penyusunan kebijakan perhubungan udara nasional yang komprehensif, yang mengakui peran udara sebagai instrumen utama integrasi dan pemerataan, sekaligus mengatur secara tegas mandat negara dalam pelayanan publik, terutama di daerah-daerah yang secara ekonomi tidak menarik bagi sektor swasta. Ketiga, penetapan kebijakan nasional yang jelas tentang peran maskapai-maskapai milik negara, lengkap dengan skema pendanaan dan PSO yang transparan, terukur, dan konsisten.
Keempat, peneguhan posisi CN-235, N219, dan pesawat sejenis sebagai platform utama dalam kebijakan pengembangan pesawat nasional yang terhubung erat dengan kebutuhan nyata di lapangan.
Pada akhirnya, semua ini kembali pada satu pertanyaan sederhana sekaligus mendasar: apakah kita ingin menjadi bangsa yang hanya menjadi pasar bagi produk dan jasa penerbangan asing, atau bangsa yang mampu mengelola langit sendiri, dengan pesawat karya anak bangsa, maskapai milik negara yang menjalankan misi publik, dan tata kelola kedirgantaraan yang berpihak pada kepentingan nasional?
Jawaban atas pertanyaan itu tidak cukup diungkapkan dalam slogan dan pidato. Ia harus diwujudkan dalam kebijakan yang tegas, kelembagaan yang kuat, dan komitmen politik yang konsisten.
Rapat di Bappenas telah membuka pintu. Tugas berikutnya adalah memastikan pintu itu tidak kembali ditutup oleh rutinitas birokrasi dan kepentingan jangka pendek.


KOMENTAR ANDA